2024 Festival Poetry Slam

Agung Mango is an Australian rapper who, after debuting in 2017, quickly established himself as one of the most exciting artists to emerge from Australia’s underground rap scene. Gritty, brash, and completely unbounded, Mango’s music pushes the sonic limits of what we’ve come to know locally, drawing inspiration from experimental rap, punk, jazz, alternative R&B, and his rich Indonesian and Italian heritage. On the mic, he channels a ferocious presence and an unapologetic, punk posture, but stands apart from his contemporaries, demonstrating an ability to move through flows, cadences, and genres like no one else. Since first emerging under the previous moniker ‘Son Of Agung,’ he has released a slew of standalone singles and a slick EP titled MAN ON THE GO, which earned him the award for ‘Best Hip-Hop Work’ at the Music Victoria Awards in 2023. These releases have seen Mango’s mainstream stature rise steadily, leading to appearances at Laneway Festival, Spilt Milk, Meadow and Golden Plains. He boasts a long list of support slots for acclaimed acts including Anderson Paak, Tame Impala, Wiki, Kaycyy, Paris Texas and more, as well as national tours supporting Freddie Gibbs and Genesis Owusu, and has been praised by triple J as their Unearthed Feature Artist.

Agung Mango adalah seorang rapper asal Australia yang, setelah memulai debutnya pada tahun 2017, dengan cepat menjadi salah satu seniman paling menarik yang muncul dari kancah rap underground Australia. Keras, berani, dan tak terbatas, musiknya mendorong batasan-batasan sonik yang kita kenal secara lokal, terinspirasi dari rap eksperimental, punk, jazz, R&B alternatif, serta warisan budayanya yang kaya dari Indonesia dan Italia. Di atas panggung, ia tampil dengan garang dan pembawaan punknya. Namun, berbeda dari orang-orang sezamannya, ia menunjukkan kemampuan untuk bergerak melampaui arus, irama, dan genre yang tak ada duanya. Sejak pertama kali muncul dengan nama ‘Son Of Agung,’ ia telah merilis sejumlah single dan sebuah EP apik berjudul MAN ON THE GO, yang membuatnya meraih penghargaan untuk ‘Best Hip-Hop Work’ di Music Victoria Awards pada tahun 2023. Rilisan-rilisan ini telah membuat reputasi Mango di arus utama terus meningkat, membawanya tampil di berbagai festival seperti Laneway Festival, Spilt Milk, Meadow, dan Golden Plains. Ia memiliki daftar panjang slot pendukung untuk artis terkenal, termasuk Anderson Paak, Tame Impala, Wiki, Kaycyy, Paris Texas, dan lainnya, serta tur nasional sebagai pendukung Freddie Gibbs dan Genesis Owusu. Ia juga dipuji oleh triple J sebagai Unearthed Feature Artist mereka.

Ibe S. Palogai is an Indonesian writer who uses poetry, prose, and essays as his creative mediums. Most of his works explore themes of history, memory, and identity. In 2018, he participated in a writer's residency supported by the National Book Committee in Leiden, Netherlands. A year later, his poetry book, Struktur Cinta yang Pudar, was a finalist for the Kusala Sastra Khatulistiwa. In 2019, Palogai founded the Makassar Literary Institute—a creative writing school that offers a four-semester writing curriculum. A year later, he established Kabisat Publishing and became its editor. Some of his works include Cuaca Buruk Sebuah Buku Puisi by GPU in 2018, Struktur Cinta yang Pudar by GPU in 2019, Menjala Kunang-kunang by GPU in 2019, and Hidup tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya by GPU in 2024.

Ibe S. Palogai merupakan penulis Indonesia yang menggunakan medium puisi, prosa, dan esai untuk berkarya. Sebagian besar karyanya berbicara tentang sejarah, memori, dan identitas. Pada tahun 2018, ia mengikuti residensi penulis atas dukungan Komite Buku Nasional di Leiden, Belanda. Setahun kemudian, buku puisinya, Struktur Cinta yang Pudar menjadi finalis Kusala Sastra Khatulistiwa. Pada tahun 2019, Ibe mendirikan Institut Sastra Makassar—sekolah penulisan kreatif yang menyediakan kurikulum menulis selama empat semester. Setahun kemudian, ia membentuk Penerbit Kabisat dan menjadi editornya. Sejumlah karyanya yang telah terbit antara lain Cuaca Buruk Sebuah Buku Puisi di tahun 2018, Struktur Cinta yang Pudar di tahun 2019, Menjala Kunang-kunang di tahun 2019, dan Hidup tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya di tahun 2024.

Lizzie Chan is an Indonesian writer and poet with twelve years of experience in the creative industry. She is currently building Jakarta Poetry Slam, focusing on transforming written poems into spoken word performances through improv acting. Lizzie's workshops are designed to help writers break free from traditional methods by using sensory exercises, warm-ups, and prompts to bring their poetry to life. Her innovative approach encourages writers to explore new dimensions of their work and to have plenty of giggles and laughter while making more poetic mistakes.

Lizzie Chan adalah penulis dan penyair Indonesia dengan dua belas tahun pengalaman di industri kreatif. Saat ini, ia sedang membangun Jakarta Poetry Slam yang berfokus mengubah puisi tertulis menjadi pertunjukan spoken word melalui akting improvisasi. Lokakarya Lizzie dirancang untuk membantu penulis melepaskan diri dari metode tradisional dengan menggunakan latihan sensorik, pemanasan, dan pemantik untuk menghidupkan puisi mereka. Pendekatan inovatifnya mendorong penulis untuk mengeksplorasi dimensi baru dari karya mereka, juga menikmati tawa dan kegembiraan sambil membuat lebih banyak kesalahan puitis.

Pranita Dewi is an Indonesian writer who writes poetry, lyrical prose, and short stories. Her poetry collection titled Pelacur Para Dewa was published by Komunitas Bambu in 2006, and another titled Nyawa Tinggallah Sejenak Lebih Lama was published by Penerbit JBS in 2024. Some of her poems have appeared in Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Bali Post, Majalah Sastra Horison, Jurnal BlockNot Poetry, Jurnal Sundih, Jurnal Sajak, Basa Basi.co, Buruan.co, and other media outlets. Her poems have also been translated into French, English, and Thai, and included in several anthologies, such as the Couleur Femme Anthology published as part of the French literary event Le Printemps des Poètes, the Singapore – Indonesia Poetry Anthology by Majelis Sastra Asia Tenggara, and the Wanna Malai Anthology of Thai – Indonesian literature by the Jakarta Arts Council.

Pranita Dewi adalah seorang penulis Indonesia yang menulis puisi, prosa lirik, dan cerpen. Kumpulan puisinya yang berjudul Pelacur Para Dewa diterbitkan oleh Komunitas Bambu pada tahun 2006, dan tajuk lainnya, Nyawa Tinggallah Sejenak Lebih Lama diterbitkan oleh Penerbit JBS pada tahun 2024. Beberapa puisinya pernah dimuat di Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Bali Post, Majalah Sastra Horison, Jurnal BlockNot Poetry, Jurnal Sundih, Jurnal Sajak, Basa Basi.co, Buruan.co dan berbagai media lainnya. Beberapa puisinya juga diterjemahkan ke dalam Bahasa Prancis, bahasa Inggris, dan bahasa Thailand, dan masuk dalam sejumlah antologi, yakni Antologi Couleur Femme yang diterbitkan sebagai salah satu tema acara sastra Prancis Le Printemps des Poètes, Antologi Puisi Penyair Singapore – Indonesia oleh Majelis Sastra Asia Tenggara, dan Antologi Wanna Malai sastra Thailand – Indonesia oleh Dewan Kesenian Jakarta.

Virginia Helzainka is a Co-Founder of Unspoken - Bali Poetry Slam, an initiative that conducts workshops and poetry slams in collaboration with Bali's local art, theater, and youth communities. In 2017, she authored the poetry collection Cocktail, Waves & Archer, published by Mahima Institute Indonesia. An active participant in the queer movement, Virginia is also associated with the Queer Language Club. Notably, she presented Speak The Unspoken—a Queer Poetry Reading during the ASEAN Sogie Caucus in 2021.

Virginia Helzainka adalah salah satu pendiri Unspoken - Bali Poetry Slam, sebuah inisiatif lokakarya dan perlombaan puisi yang berkolaborasi dengan komunitas seni, teater, dan pemuda lokal Bali. Pada tahun 2017, ia menulis kumpulan puisi Cocktail, Waves & Archer yang diterbitkan oleh Mahima Institute Indonesia. Sebagai seorang aktivis gerakan queer, Virginia juga terlibat di Queer Language Club. Ia juga mempersembahkan Speak The Unspoken—Pembacaan Puisi Queer di ASEAN Sogie Caucus pada tahun 2021.